Tak Harus Memiliki

Akhwat itu bernama Risa, ia seorang mahasiswi di sebuah Universitas di Jakarta. Ia termasuk mahasiswi yang aktif berorganisasi di kampusnya. Sebagai fitrah manusia, walau seorang akhwat, ia merasakan cinta, cinta pada lawan jenis. Ia menyukai seorang ikhwan, teman satu organisasinya dan teman satu SMAnya. Ia memendam perasaan ini sejak SMA. Ia tidak ingin seorang pun tau perasaannya, hanya ia dan Allah yang tau perasaannya itu. Ia tidak pernah ingin rasa itu terus mengganggu pikirannya. Namun, karena sering bertemu di organisasi yang mereka ikuti berdua, ia tidak bisa mengelak dari rasa itu.
Empat tahun berlalu, mereka masih berada dalam organisasi yang sama. Risa masih memendam perasaannya tanpa satu orang pun yang tau. Sampai suatu hari Risa mendapat kabar bahwa ikhwan tersebut dilamar seorang akhwat. Dan tak berapa lama ia mendapat sebuah undangan walimah berwarna ungu dengan nama ikhwan tersebut dan akhwat yang telah melamar ikhwan tersebut. Risa berusaha untuk tidak menangis, ia berusaha menerima takdir ini.
Seminggu sebelum pernikahan ikhwan itu, Leni teman Risa menemui Risa untuk meminta surat undangan dari Universitas lain. Risa pun menyuruh Leni untuk mengambilnya di dalam bukunya. Saat Leni mengambil surat tersebut, Leni melihat nama ikhwan itu di buku Risa. Leni pun menanyakan hal itu pada Risa. Risa awalnya tidak mengakui perasaannya, tapi setelah ditanya terus oleh Leni, ia pun mengaku. Ia menceritakan semuanya pada Leni. Leni sempat kaget setelah tau bahwa Risa sudah menyukai ikhwan itu sejak SMA. Leni heran bagaimana bisa Risa memendam rasa itu sendirian dan hanya menumpahkan segala isi hatinya pada diarynya. Leni mengatakan pada Risa agar sabar dalam menghadapi ini semua. Risa pun mengatakan bahwa ia sudah ikhlas menerima kenyataan ini, namun sebagai manusia biasa yang punya perasaan, ia tak bisa menyembunyikan kesedihannya itu. Risa pun menangis dipelukan Leni.
**
Hari pernikahan ikhwan itu pun tiba, Risa dan teman-temannya mengumpulkan uang mereka untuk dimasukkan ke amplop. Risa mengajukan diri untuk membuat rangkaian kata untuk kedua mempelai. Leni yang mendengar hal itu bingung, "kenapa Risa senekat itu , apa yang akan ia tuliskan untuk kedua mempelai?", bisik Leni dalam hatinya. Ia pun melihat apa yang dituliskan Risa pada kertas yang akan dimasukkan ke dalam amplop untuk kedua mempelai. Airmata Leni pun menetes, dalam hatinya ia berkata, "Subhanallah, betapa tabahnya Risa, ia menuliskan sebuah puisi indah untuk kedua mempelai, sungguh indah..". Risa hanya tersenyum, tak nampak kesedihan sama sekali dalam raut wajahnya. Risa berkata, "Sudah cukup tangisku untuknya, itu tidak akan merubah apapun, mungkin dia memang bukan jodohku, dia sudah mendapat yang lebih baik dariku, dan suatu saat nanti aku pun akan mendapat yang lebih baik darinya".
Di pernikahan ikhwan itu, Leni yang sedang mengobrol dengan teman ikhwan itu tidak sengaja mengatakan bahwa Risa menyukai ikhwan itu. Teman ikhwan itu terkejut dan mengatakan suatu hal yang mengejutkan. Ternyata ikhwan itu punya rasa yang sama dengan Risa. Ikhwan itu ternyata juga telah menyukai Risa sejak awal mereka bertemu, namun ikhwan itu takut untuk menggatakannya pada Risa, ia tidak berani meminta Risa. Leni kesal, ia kecewa pada ikhwan itu, jika saja ikhwan itu punya keberanian sedikit saja, yang akan ia lihat di pelaminan itu pasti Risa dengan ikhwan itu. Leni dan teman ikhwan itu berjanji bahwa yang mengetahui hal ini hanya mereka berdua, ikhwan itu dan Risa tak akan pernah tau soal ini. Mereka tidak ingin merusak sesuatu yang sudah terlanjur terjadi.
Created by Rara Seruni
0 komentar:
Posting Komentar